Friday, 28 June 2013

Berjodoh dengan Judul Skripsi




Baiklah, sebelum kita masuk ke inti sharing kita kali ini. Saya mau sedikit membahas  tentang salahsatu syarat untuk ‘keluar’ dari kampus, yaitu SKRIPSI..

Well, fase skripsi adalah salahsatu fase yang mau tidak mau harus dihadapi oleh seluruh mahasiswa agar bisa ‘keluar’ dari tempat kuliahnya. Di fase ini, mahasiswa yang sebelumnya enak diajak ngobrol bisa berubah menjadi mahasiswa yang mudah tersinggung contohnya. Hehe..


Soal skripsi, bahkan sebelum penulisan skripsi dimulai, beberapa mahasiswa sudah menemukan hambatan, yaitu diterima atau tidak diterimanya judul skripsi. Judul skripsi sangat berpengaruh dalam kelancaran skripsi, semakin lama kita bermasalah dengan judul, semakin lama pula kemungkinan kita untuk ‘keluar’ dari kampus. 


Setiap mahasiswa punya kebebasan menentukan judul skripsi yang mereka inginkan. Banyak alasan kenapa mahasiswa memilih judul tertentu, mulai dari ketertarikan, kemungkinan mudahnya memperoleh data, isu yang akan diangkat up to date, dll. Tapi yang mesti kita sadari, judul apapun yang kita inginkan, yang memiliki wewenang untuk menerima atau menolak skripsi kita adalah dosen pembimbing skripsi.


Kita boleh merasa yakin pilihan kita itu baik, tapi dengan pengalaman dan pemahaman dosen pembimbing yang jauh lebih baik dari kita, tentu dosen pembimbing juga memiliki alasan untuk menolak judul kita, mulai dari topik yang sudah tidak up to date, bahasan yang tidak menarik, dan kemungkinan sulitnya mahasiswa untuk menyelesaikan skripsi dengan judul tersebut. Kesimpulannya, dosen pembimbing lebih tahu mana yang terbaik untuk kita.

 sumber gambar: ldkpolsri.wordpress.com


Nah sekarang kita akan mulai masuk ke inti obrolannya. Sesuai dengan judul di atas, kali ini kita akan sharing tentang jodoh. Dan kalo ngomongin tentang jodoh, bukan cuman soal pasangan hidup, tapi juga bisa dalam karir maupun dalam menjalankan usaha/ bisnis. Karena menurut KBBI, jodoh itu adalaha sesuatu yg cocok sehingga menjadi sepasang; pasangan.


Satu lagi, ngomongin soal jodoh, pasti kita tidak akan bisa lepas dengan kalimat seperti “urusan jodoh dan rezeki sudah diatur oleh Allah”. Tapi masalahanya, seperti apakah Allah mengatur jodoh? Apakah dengan menentukan kalau si A dengan si B? Apakah sesimpel itu Allah mengatur tentang kehidupan kita?


Itulah kenapa saya sedikit bercerita soal pengajuan judul skripsi di awal. Karena alasan saya memberikan gambaran tentang judul skripsi adalah untuk menunjukan bahwa betul yang namanya jodoh itu di tangan Allah, tapi bukan berarti Allah tidak melibatkan manusia sama sekali dalam urusan ini. Seperti soal judul skripsi, memang benar keputusan judul kita diterima atau ditolak itu adalah murni wewenang dosen, tapi bagaimana dosen bisa memutuskan judul kita diterima atau ditolak, kalau kita saja tidak mengajukan judul skripsi kita.


Begitulah dalam jodoh, Allah tetap melibatkan manusia dalam hal ini. Jodoh dalam hal pasangan hidup, Allah memberikan kita keleluasaan untuk memilih siapapun yang kita inginkan untuk menjadi pasangan hidup kita. Tapi yang akhirnya memiliki wewenang untuk meng-acc atau memutuskan kita berjodoh atau tidak dengan orang yang kita inginkan hanyalah Allah. Kenapa? 


Coba kita lihat lagi definisi jodoh di atas, jodoh itu tentang kecocokan, Allah hanya akan menjodohkan yang baik dengan yang baik, begitu juga yang buruk dengan yang buruk, seperti firman Allah berikut, “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)”. (QS. an Nuur : 26)


Pun dalam hal karir maupun bisnis. Allah memberikan kita keleluasaan untuk mengajukan kepada-Nya keinginan kita berkarir di bidang apa, atau menjalankan bisnis dalam skala yang mikro maupun skala yang sangat besar. Tapi kembali lagi, Allah lah yang pada akhirnya yang akan memutuskan, apakah keinginan kita tersebut di-acc atau tidak karena Allah lebih tahu mana yang terbaik untuk kita.


”Ketahuilah sesungguhnya kepunyaan Allahlah apa yang di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia mengetahui keadaan yang kamu berada di dalamnya. Dan (mengetahui pula) hati (manusia) dikembalikan kepada-Nya, lalu diterangkan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Dan Allah Maha mengehui segala sesuatu” (QS. an-Nur: 64)


Jadi,  mungkin saja Allah tidak ataupun belum meng-acc keinginan kita baik dalam memilih pasangan hidup, karir, maupun bisnis itu karena potensi taupun kompetensi yang kita miliki belum setara dengan keinginan kita.


Contoh, bisa saja Allah tidak akan meng-acc keinginan kita untuk bekerja di salahsatu perusahaan multinasional, karena potensi dan kompetensi pada diri kita belum sebanding, atau bahkan overqualified sehingga Allah tidak menjodohkan kita dengan perusahaan tersebut dan mempersiap kan perusahaan yang lain yang jauh lebih pantas buat kita. 


Satu contoh lagi, buat yang pebisnis pasti banyak sekali yang ingin bisnisnya tumbuh menjadi bisnis yang berskala besar, tapi bisa saja Allah menundanya dengan belum meng-acc keinginan tersebut karena sumber daya perusahaan kita belum siap. Karena ketika kemampuan produksi kita yang masih berskala menengah ‘bertemu’ dengan permintaan pasar yang besar, maka itu bisa menjadi bom waktu untuk bisnis kita. 


Jadi, jodoh ditangan Allah itu bukan berarti si Jonny dengan si Bunga atau si Andi akan bekerja di KPK, atau si Yeni akan memiliki bisnis yang besar. Tapi jodoh di tangan Allah adalah ketika Allah menentukan kita mendapatkan pasangan yang smart, karena kita smart, kita bekerja di perusahaan besar karena kompetensi kita juga besar, dan kita memiliki bisnis yang selalu berkembang karena kita selalu mengembangkan potensi kita.


Tugas kita hanyalah terus mengasah potensi dan kompetensi kita sehingga ketika kita mengajukan keinginan kita untuk berjodoh dengan seseorang ataupun perusahaan yang kita inginkan, Allah akan langsung meng-acc keinginan kita karena Allah sudah memandang kita pantas dan layak untuk mendapatkan keinginan kita itu.


Baik, sekian dulu, saya minta maaf kalau ada kata-kata yang salah atau sok tahu,  dan tentunya semoga sharing kita kali ini bermanfaat. Amin. Wassalam



Wednesday, 19 June 2013

Belajar (setelah) Ujian


Assalamualaikum, bagaimana kabarnya? Alhamdulillah, semoga kita semua sehat bermanfaat..

Hhheeemmm tidak terasa kalau semester ini sudah akan berakhir, dan tentunya menjelang berakhirnya satu semester, pasti seluruh mahasiswa akan mengahadapi yang namanya UAS alias Ujian Akhir Semester dan oleh karena itu kali ini saya akan mengajak kawan-kawan membicarakan mengenai UAS lalu menarik pelajaran dari UAS yang selalu kita hadapi di akhir semester.

Tapi sebelumnya mari kita bahas sedikit tentang UAS.

Well, saya yakin kawan-kawan semua tahu bahwa tujuan diadakannya UAS adalah untuk mengevaluasi dan menilai pemahaman mahasiswa (kita) dalam suatu mata kuliah selama satu semester berlangsung.

Agar tujuan evaluasi dan penilaian yang dilakukan dosen itu bisa tercapai, dosen sudah menyiapkan pertanyaan dan tentunya JAWABAN dari setiap pertanyaan yang mereka berikan. Dengan kata lain, dimana ada pertanyaan disitu pasti ada jawaban.

Tapi kenapa faktanya tidak semua kita bisa menemukan jawaban dari setiap pertanyaan yang diberikan oleh dosen? Kalau menurut saya, jawabannya bukan karena mahasiswa (kita) tidak bisa menemukan jawaban tetapi kita sendirilah yang memilih untuk tidak menemukan jawabannya. Saya mengatakan hal tersebut karena kebanyakan kita memang tidak serius mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian.

Yang ada sedikit sekali dari kita yang mempersiapkan diri dengan belajar, kebanyakan dari kita hanya mengandalkan posisi duduk kita di ruang ujian. “Posisi Menentukan Prestasi” begitu yang kebanyakan kita sebagai mahasiswa yakini.

Padahal kalau persiapan kita baik dan benar, tentu setiap pertanyaan yang diberikan dosen bisa kita hadapi dengan baik. Sesulit apapun pertanyaannya, kalo sebelumnya kita sudah mempersiapkan diri, pasti pada akhirnya walau dengan susah payah, pertanyaan itu bisa kita temukan jawabannya. Karena sangat mustahil dosen memberikan pertanyaan dalam soal ujian tanpa mempersiapkan jawabannya.

 sumber gambar: nombaca.org


Ujian dari Allah
Begitu pun dengan ujian yang Allah berikan kepada kita. Memang ujian dari Allah tidak diadakan di akhir hidup kita seperti ujian dari dosen yang diadakan di akhir semester. Oleh karena itu kita sebagai makhluk harus mempersiapkan diri lebih serius lagi, lebih baik lai, dan lebih benar lagi.

Layaknya kuliah, dimana setiap mata kuliah yang akan kita ambil pasti juga akan berdampingan dengan UAS. Begitu pun dengan hidup. Setiap waktu dalam hidup yang kita jalani pasti juga akan berdampingan dengan ujian. Dan karena ini dalam skala yang lebih luas yaitu kehidupan, tentunya yang memberikan ujian tersebut adalah Dzat yang lebih besar dari dosen, Dzat yang Maha Menciptakan dosen, yaitu Allah SWT.

Tentunya juga Allah menguji kita juga untuk mengevaluasi dan menilai diri kita. Allah berfirman: “Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu...” (QS. 47:31)

Dan satu lagi yang mesti kita yakini, Allah tidak hanya memberikan kita ujian, tetapi juga jawaban alias solusi dari setiap ujian yang diberikan. Bukti kalau setiap ujian dari Allah bisa kita atasi adalah firman berikut: “..Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya..” (QS. 2: 286)

Memang adakalanya kita merasa kesulitan, lelah, dan NYARIS menyerah menghadapi ujian kehidupan yang kita hadapi dan itu menurut saya sangat wajar. Tapi yang tidak wajar adalah ketika kita benar-benar putus asa dan benar-benar angkat tangan menghadapi ujian sehingga kita berhenti total  untuk menemukan solusi dari ujian hidup.

Saya rasa ayat ke 286 dari surat al-Baqarah di atas cukup untuk memotivasi kita kalau yang namanya ujian yang kita hadapi pasti bisa kita atasi asal kita memang mau mencari solusinya. “Tapi ujian hidup yang gw hadapi sulit banget nih..” Well, yang namanya sulit bukan berarti tidak bisa diatasi kan? Cuman memang butuh ekstra usaha untuk mengatasinya.

Sekali lagi, Allah tidak akan memberikan ujian di luar kemampuan kita. Analogi simpelnya bisa kita lihat lagi tentang UAS diatas. Ujian mata kuliah yang bersifat advance, pasti diberikan kepada mahasiswa tingkat atas dan ujian mata kuliah yang bersifat pengantar tentu diberikan kepada mahasiswa di tingkat awal. Sangat tidak mungkin mahasiswa yang baru mendapatkan soal mata kuliah yang bersifat advance. Nah soal beberapa mahasiswa tingkat atas yang tidak bisa menjawab ujian yang bersifat advance, ya itu balik ke persiapan mahasiswa tingkat atas itu sendiri.

Satu analogi lagi, ujian komprehensif pasti akan diberikan kepada mahasiswa yang sudah menyelesaikan seluruh mata kuliah dan menyelesaikan skripsi. Sangat tidak mungkin ujian komprehensif diberikan kepada mahasiswa yang mata kuliah pengantar saja belum selesai.

Sehingga kalau ada diantara kita yang sedang mendapat ujian kehidupan yang sulit, itu berarti status kita dihadapan-Nya sudah di level atas. Tinggal kitanya mau tetap bertahan di level atas dengan terus mencari solusi atau putus asa dan menyerah sehingga kita turun kembali ke level bawah.

Nah jadi kesimpulan dari obrolan kita kali ini bahwa setiap ujian ataupun permasalahan yang kita hadapi di hidup ini pasti ada jawabannya, ada solusinya. Tinggal kita memilih untuk mencari solusinya atau angkat tangan dan mengibarkan bendera putih

Sekian dulu, semoga bermanfaat. Wassalam :)

Monday, 10 June 2013

HARI SIAL

Assalamualaikum,
Alhamdulillah, akhirnya kita bisa sharing lagi kali ini :)
Sebelum kita mulai, mari kita simak hadits berikut;

Dari Abu Hurairah –semoga Allah meridlainya- beliau berkata: Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah adalah baik dan tidaklah menerima kecuali yang baik. Sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kaum mukminin sebagaimana perintah kepada para Rasul. 

Baiklah. satu poin yang mau saya ambil dari hadits diatas adalah "..sesungguhnya Allah adalah baik dan tidaklah menerima kecuali kebaikan.."

Kenapa saya mengambil poin tersebut? Karena dari poin tersebut kita dapat memahami bahwa Allah itu Maha Baik, sehingga apapun yang Dia berikan kepada kita pastilah penuh dengan kebaikan.

Tapi sayangnya, dalam realita kehidupan ini, kita juga tidak bisa begitu jauh dari yang namanya kesialan, bahkan ada istilah HARI SIAL.
Pertanyaanya, apakah Hari Sial itu memang ada?

Kalau pun ada, lalu apa yang menyebabkan hari sial itu? Ujian? Oke, jawaban tersebut bisa diterima. ‘Sial’ yang kita dapat itu berupa ujian dari-Nya.
Lalu, apakah kesialan itu murni semata-semata dari-Nya?
Kalau begitu, apakah masing-masing manusia sudah ditakdirkan akan mendapatkan hari sial masing-masing?

Baiklah, sebelum kita menyimpulkan terlalu jauh, saya punya kisah nyata tentang Hari Sial yang dialami oleh si Saya (nama samaran), 2 kesialan hanya dalam kurun waktu 2 jam.

Kesialan 1
Saat itu hari Jum’at, H-1 sebelum deadline pengumpulan paper. Karena si Saya tidak bisa mengumpulkan paper di Sabtu esok harinya, maka si Saya memutuskan untuk mengumpulkan paper pada Jum’at malamnya ketika kelas berlangsung.

Akhirnya, pada hari itu juga si Saya mulai menyiapkan paper sehingga malamnya paper tersebut bisa langsung dikumpulkan. Ba’da sholat Jum’at, si Saya mulai mengerjakan paper tersebut. Sebetulnya tidak begitu banyak hal-hal yang mesti dikerjakan karena sebelumnya paper tersebut sudah dikonsultasikan dan hanya perlu direvisi sedikit.

Karena paper tersebut hanya memerlukan sedikit finishing touch, akhirnya sekitar jam setengah 4 paper tersebut beres. Lanjut diprint 4 rangkap dan kemudian dijilid. Dalam tempo sekitar 3 jam akhirnya paper tersebut benar-benar beres dan siap dikumpulkan.

Dan akhirnya kesialan itu datang. Ketika paper tersebut (nampak) siap untuk dikumpulkan, ternyata keempat rangkap paper yang (nampak) siap untuk dikumpulkan itu musti dibongkar karena setelah diperiksa, si Saya lupa melampirkan lembar Daftar Pustaka dan kesalahan penulisan di bagian cover, 6 yang dalam angka romawi mestinya VI ternyata ‘menampakan diri’ dalam wujud IV, tampak simpel memang, tapi karena kesalahan penulisan di bagian cover tentu akan berakibat fatal.

Mau tidak mau karena paper tersebut memang penting, maka paper yang sudah rapi dan (nampak) siap dikumpulkan mesti dibongkar untuk mengganti cover dan menambahkan lembar daftar pustaka.

Rugi biaya karena mesti keluar biaya 2x dan rugi waktu karena pada akhirnya paper tersebut masih akan dikumpulkan hari Sabtu esok harinya.

Kesialan 2
Masih di hari itu juga pada malam saat kelas berlangsung dan sekitar satu jam setelah kesialan pertama si Saya meminjam Ipad kawannya untuk bermain game (dan dalam keadaan kelas berlangsung).

Sekitar 15 menit nge-game, kondisi masih dalam keadaan aman karena belum ketahuan oleh sang dosen di kelas tersebut dan juga didukung situasi dimana dosen tersebut sedang meniggalkan kelas sebentar. Karena tahu dosen tersebut memang sedang di luar kelas, si Saya dengan santai masih melanjutkan nge-game.

Dan akhirnya kesialan yang kedua datang, tanpa sadar ternyata sang dosen sudah memperhatikan si Saya lalu tanpa ampun Ipad tersebut disita oleh bu dosen dan SIAL nya lagi Ipad tersebut mesti diambil di pertemuan berikutnya. Oke kalo Ipad tersebut milik si Saya, sialnya Ipad yang disita itu milik kawan si Saya.

Well, begitulah kira-kira cerita dua kesialan yang yang dialami oleh si Saya dalam kurun waktu yang sangat singkat, yaitu 2 jam!

Dan kesimpulannya...........

Pertama-tama, mari kita menggunakan sedikit potensi otak kita untuk berfikir. Apakah mugnkin kesialan itu datang dari Allah padahal secara logika, Allah itu mutlak kebaikannya, Dialah Sang Maha Baik. Kalau begitu logikanya, berarti ada faktor lain yang menyebabkan Hari Sial itu datang.

Yap, faktor lain itu adalah karena tingkah kita sendiri. Kesialan atau Hari Sial itu datang karena diawali oleh perbuatan kita sendiri. Coba kita lihat lagi Hari Sial yang dialami oleh si Saya, dua kesialan beruntun yang didapat oleh si Saya dalam kurun waktu 2 jam.

Kesialan pertama datang disebabkan karena ketidaktelitian si Saya sekaligus sikap terburu-buru si Saya agar bisa mgnumpulkan paper pada hari itu juga. Karena keidaktelitiannya, si Saya akhirnya mesti kembali membongkar paper dikarenakan lupa melampirkan lembar Daftar Pustaka dan salah tulis 2 karakter di halaman depan alias cover.

Kesialan kedua apalagi. Kesialan kedua datang semata-mata bukan karena takdir karena jelas si Saya melanggar peraturan dengan nge-game di Ipad ketika kelas masih berlangsung.

Sekarang saatnya kita menarik kesimpulan. Kita dapat menyimpulkan kalau yang namanya Hari Sial itu memang ada. Tapi, Hari Sial itu datang bukan tanpa sebab, Hari Sial itu datang karena sikap dan perbuatan kita sendiri bukan semata-mata karena takdir.
Soal takdir, saya meyakini takdir kita akan baik kalo sikap dan perbuatan kita juga baik. Kalo sikap dan perbuatan buruk, tinggal tunggu waktu saja Hari Sial itu akan datang. Dan mengenai takdir ini, saya sudah menuliskannya di http://muhammadmuslim21.blogspot.com/2013/04/how-does-takdir-work.html 

Semoga dengan obrolan kali ini kita dapat memahami bahwa sekali lagi Hari Sial datang tidak tiba-tiba, Hari Sial datang karena ia mendapat undangan dari kita dalam bentuk sikap kita yang ceroboh dan melanggar.

Juga semoga dengan obrolan ini, semakin hari tindakan, sikap dan perbuatan kita semakin baik dan jauh dari sifat ceroboh. Sehingga di kemudian hari yang kita dapat bukan lagi Hari Sial tetapi selalu Hari Baik. Bukankah “..Apa yang kau tanam, maka itu yang akan kau tuai...”?

Well, sekian dulu, semoga ada banyak manfaat yang bisa kita ambil.
Wassalam :)

 NB: soal Ipad, akhirnya si Saya dapat sedikit keberuntugan, karena Ipad tersebut sudah bisa diambil setelah kelas selesai tanpa harus menunggu hingga pertemuan berikutnya